Semrawut Regulasi MBKM UINSA
Ilustrasi by Ummu Khairiyah Hanum (Design Grafis LPM Solidaritas)
INDEPTH

Semrawut Regulasi MBKM UINSA

MediaSolidaritas.com – Program magang Merdeka Belajar Kampus-Merdeka (MBKM) merupakan salah satu kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai upaya meningkatkan keterampilan mahasiswa dengan terjun langsung ke dunia profesional. 

Tak mau ketinggalan, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di bawah naungan Kementrian Agama (Kemenag) juga mulai beradaptasi dengan program-program MBKM Kemendikbud. Salah satunya ialah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. 

Pada tahun ajaran 2023-2024 ini, UINSA mulai menerapkan program magang MBKM sebagai bentuk akselerasi bagi mahasiswa untuk mengenal lingkungan kerja profesional. 

Namun, seiring dengan implementasinya, banyak mahasiswa UINSA yang mengungkapkan keresahan mereka terkait regulasi magang dalam program magang MBKM tersebut. Mereka merasa persiapan adanya regulasi tersebut kurang matang, sehingga menimbulkan berbagai masalah yang mengganggu proses magang mereka.

 

Panduan Magang MBKM yang Berubah-ubah

Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Nomor 1591 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Implementasi MBKM pada Perguruan Tinggi Keagamaan telah mengatur regulasi magang MBKM sedemikian rupa. 

Petunjuk teknis yang ditetapkan pada keputusan tersebut menjadi acuan dalam melaksanakan dan mengembangkan kegiatan MBKM di lingkup Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

Dapat diakses melalui laman berikut, https://pendis.kemenag.go.id/storage/archives/1665462260.pdf

Pada poin dokumen penyusunan kerja sama tersebut dijelaskan bentuk kerjasama dan tanggung jawab dari setiap tingkat satuan pendidikan. Keresahan muncul karena regulasi tersebut belum diaplikasikan secara baik di lapangan. 

Akar masalah ini terletak pada kurangnya komunikasi antara pihak universitas, fakultas, dan prodi sehingga terjadi banyak perubahan regulasi yang menimbulkan miskomunikasi dalam regulasi magang MBKM. 

Hal ini berdampak pula pada dosen mata kuliah yang mengajar. Meskipun pada setiap fakultas telah memiliki regulasi magang masing-masing, tapi karena miskomunikasi dari kurangnya sosialisasi pada lingkup yang lebih spesifik (dosen, red) menyebabkan para dosen kebingungan dalam proses perkuliahan dan pada saat konversi nilai. 

Banyak mahasiswa mengeluhkan bahwa informasi terkait prosedur pendaftaran, persyaratan magang, serta hak dan kewajiban selama magang tidak disampaikan dengan jelas. Hal ini membuat mahasiswa kebingungan dan kesulitan dalam mempersiapkan diri baik dari segi administrasi maupun teknis. 

Rif’ati Khoridatin, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional (HI) UINSA memaparkan kekecewaannya terhadap regulasi magang yang berubah-ubah. Ia menjelaskan bahwa di prodi HI mahasiswa boleh memilih magang MBKM ataupun kelas reguler.

Dalam sosialisasi yang dilakukan prodinya pada bulan November, ia mengaku tergiur dengan tawaran magang MBKM karena dijanjikan bahwa tidak ada perkuliahan sehingga mahasiswa hanya fokus belajar di tempat magang. Namun, ternyata tawaran tersebut hanyalah pemanis belaka.

“Jadi, dulu kita dijanjiin kalau yang ambil 3 bulan itu nggak ada kuliah. Otomatis kan gak dapat tugas kuliah ya, terus tiba-tiba dikasih tahu kalau tetap ada kuliah tapi 2-3 kali pertemuan karena ngejelasin tugas. Jadi kita tetap kuliah dikasih tugas,” tuturnya saat diwawancarai oleh tim Media Solidaritas via telepon.

Kurangnya koordinasi antara seluruh sivitas akademika khususnya pada dosen-dosen pembuat kebijakan berdampak pula pada proses penginputan nilai dan sidang laporan magang MBKM pada setiap prodi. 

Misalnya pada prodi HI sendiri telah memberikan ketentuan tugas dan jadwal presentasi laporan magang yang kemudian diubah secara mendadak dengan alasan arahan dari pihak fakultas. 

“Dosenku bilang gini, ‘ya intinya itukan kebijakan dari Dekan kita gabisa protes’. Masa nggak ngobrol sama dekan bikin kebijakan itu? Akhirnya kita jadi panik kan, laporan belum,” tutur Bella, sapaan akrabnya. 

Hal serupa juga dialami oleh Safira (nama samaran), mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UINSA. Melalui sambungan telepon oleh tim media solidaritas ia bercerita tentang ketidakjelasan prodinya dalam mempersiapkan magang MBKM ini. 

Keresahan pertama, yaitu waktu sosialisasi yang terlalu dekat dengan jadwal perkuliahan sehingga menyusahkan mahasiswa dalam mencari tempat magang yang sesuai dengan latar belakang prodi. Kemudian waktu pembekalannya pun terasa sia-sia karena dilakukan setelah Safira dan temannya-temannya sudah mulai masuk magang di salah satu perusahaan media di Surabaya.

Memang, kala itu Safira dan rekan sekelompoknya memulai magang satu minggu lebih cepat dari jadwal perkuliahan karena permintaan dari perusahaan tempatnya magang. 

“Di awal itu belum dikasih tau (pembekalan magang, red). Nah di akhir Januari baru ada. Menurutku pribadi pembekalan permatkul itu kurang jelas, cuma dikasih tugas nggak ada kayak Rencana Pembelajaran Semester (RPS, red)  atau apa gitu. Itu pun cuma sekali aja (pembekalan, red). Jadi kita selama empat bulan kayak ragu, apakah sudah sesuai dengan mata kuliah,” ungkap Fira, panggilan akrab perempuan berkacamata tersebut. 

Hal yang paling Fira sesalkan yaitu terkait format laporan yang berubah-ubah. Dari pihak prodi tidak memberikan kejelasan terkait format laporan magang dan dokumen pendukung apa saja yang perlu mahasiswa siapkan.

Grup angkatan yang berisi Kepala Prodi (Kaprodi) dan Sekretaris Prodi pun sunyi tanpa ada arahan apapun. Hingga menjelang akhir magang sekitar pertengahan bulan Mei, Kaprodi memberikan templat untuk penilaian dan laporan kegiatan mahasiswa. 

“Menurutku paling parah itu di akhir. Aku dan teman-teman kebingungan untuk dokumen apa saja yang disiapkan, dari prodi sendiri nggak ada woro-woro. Jadi temen-temen KPI itu harus nyari sendiri format laporannya,” ucap mahasiswa asal Sidoarjo tersebut.

Pihak prodi baru memberikan format laporan setelah didesak oleh mahasiswa yang tidak kunjung mendapat kejelasan terkait magang MBKM yang mereka jalani.

Namun, seminggu setelah Fira selesai magang, tiba-tiba sekretaris prodi mengirimkan format terbaru, padahal kala itu Fira  telah mengurus administrasi di tempat magangnya mumpung periode magangnya telah usai. Dengan berat hati dan perasaan malu, akhirnya Fira kembali mengurus keperluan administrasi dengan format yang terbaru.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya dukungan dan pendampingan dari pihak universitas. Banyak mahasiswa merasa tidak mendapatkan bimbingan yang memadai selama proses magang, baik dari segi akademis maupun pengembangan soft skills. 

Fira menambahkan bahwa dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) juga kurang memberikan informasi, sehingga terkesan pasif.

“Dari DPL sendiri bilang ‘Nggak tau mba, dari Kaprodi juga gak ada arahan’, yah gitu lah,” sebutnya.

Terakhir, Fira menitipkan harapannya kepada seluruh jajaran sivitas akademika yang memiliki peran dalam membuat regulasi magang ini agar bisa lebih dipersiapkan lagi, terkhusus untuk Fakultas Fira sendiri. 

“Untuk angkatan-angkatan berikutnya tolong dipersiapkan lebih baik. Persuratan harus jelas dari awal. Nggak usah kayak ambigu gitu. Kita sudah berusaha menjaga nama baik UINSA, jadi mohon kerjasamanya juga dari prodi,” tutupnya.

Meskipun banyak mahasiswa yang mengeluh dengan regulasi magang MBKM perdana ini, tidak berlaku pada prodi Bimbingan Konseling Islam.

Diah (nama samaran), salah satu mahasiswa prodi BKI memaparkan bahwa menurutnya prodinya sudah cukup baik dalam mempersiapkan magang MBKM ini. Pada proses pencarian tempat magang pun dari pihak prodi ikut membantu mahasiswa BKI untuk mendapatkan tempat magang yang sesuai.

“Jadi kampus tuh menyediakan ada opsi ini-ini (tempat magang, red), kita tinggal milih. Kita ngisi form dengan tiga opsi, biasanya yang paling memungkinkan atau pilihan ke satu diusahain buat ke situ,” ujar Diah. 

Keresahan Diah hanya pada tugas mata kuliah yang dirasa memberatkan karena ia juga telah diberikan tugas di tempatnya magang. Namun, ia tidak terlalu mempermasalahkannya karena dari pihak prodi selalu memantau dan menerima keluhan dari mahasiswa dengan optimal.

Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA, Moh. Ansori buka suara terkait regulasi magang MBKM tersebut. Menurutnya, secara umum memang bisa dipahami bahwa adanya perubahan regulasi itu wajar terjadi karena ini merupakan penerapan perdana MBKM di UINSA.

“Ya wajar terjadi perubahan regulasi, ada trial and error kan,” ungkap Ansori saat ditemui tim Solidaritas pada (8/5) lalu.

Pihak kampus tentunya perlu waktu untuk melakukan banyak observasi dan persiapan agar bisa merumuskan regulasi yang cocok diterapkan bagi mahasiswa.

Sayangnya, meski trial and error lumrah ditemui di langkah awal percobaan, tapi para mahasiswa yang juga terjun langsung ke lapangan tentu menginginkan pihak kampus bisa membuat regulasi yang tidak memberatkan mereka. Kalaupun ada pembaruan, tidak bersifat tiba-tiba dan membebani mahasiswa.

Maka dari itu, pria kelahiran Mojokerto ini pun menjelaskan solusi yang diberikan oleh universitas apabila ada mahasiswa yang merasa tidak nyaman karena perubahan regulasi ataupun memiliki kendala selama magang, yaitu dengan menghadirkan empat dosen yang akan mendampingi tiap mahasiswa. 

Empat dosen tersebut adalah dosen mata kuliah, DPL, dosen penguji, serta dosen pamong yang berasal dari lembaga mitra magang.

Lebih lanjut, ternyata ketentuan dosen yang berasal dari kampus (dosen mata kuliah hingga dosen penguji) yang mana terdiri dari orang yang sama atau berbeda itu juga tak luput dari ketentuan pihak prodi.

Jadi, setiap mahasiswa akan didampingi oleh minimal dua dosen pembimbing, yakni satu dosen dari kampus yang akan mengakomodir tiga fungsi pendampingan mahasiswa magang secara sekaligus lalu ditambah satu dosen pamong dari mitra. Selain itu, bisa juga dosen pembimbingnya lebih dari dua dosen pendamping dari kampus ditambah dengan satu dosen dari mitra.

 

Kurangnya Koordinasi Pihak Kampus

Kurangnya koordinasi antara pihak universitas dengan mitra tempat magang juga menjadi sumber masalah. Beberapa mahasiswa melaporkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam menemukan tempat magang yang sesuai dengan bidang studi mereka.

Dari beberapa fakultas dan prodi pun tidak memberikan rekomendasi tempat magang yang telah bekerja sama dengan pihak fakultas maupun universitas. Mahasiswa dibebaskan untuk mencari tempat magang sendiri, namun dilarang untuk menyerahkan proposal ke beberapa instansi sekaligus dengan alasan akan merusak nama baik UINSA jika membatalkannya.

Hal tersebut membuat banyak mahasiswa yang akhirnya magang di tempat yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, mengingat waktu mencari tempat magang yang mepet dengan jadwal perkuliahan. 

Kondisi yang lebih memprihatinkan dialami oleh mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Alifatul Fajriyah. Ia dan kawan-kawannya melakukan magang MBKM membangun desa di salah satu desa di Kabupaten Pasuruan.

Pada saat sosialisasi magang MBKM, ia tertarik untuk mengikuti Program Membangun Desa dengan durasi kurang lebih tiga bulan di Kabupaten Pasuruan. Kala itu, Kaprodi PMI memberikan berbagai iming-iming keuntungan apabila mengambil lokasi magang di Pasuruan, salah satunya yaitu tidak perlu mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun hal tersebut hanya omong kosong. 

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Alifatul dan teman-teman terkejut ketika hari keberangkatan magang semakin dekat. Prodi seakan-akan menelantarkan mereka dengan tidak memberikan dukungan materi maupun moral pada mahasiswanya. Mereka tidak diberikan sokongan dana untuk transportasi maupun tempat tinggal selama magang tersebut. 

“Iming-imingnya gini ‘nanti kalau kalian magang di Pasuruan nggak pakai KKN loo’. Akhirnya banyak yang milih di Pasuruan. Pada kenyataannya Kaprodi ku ini malah ‘ya itu urusan kalian untuk biaya makan dan transportasi prodi hanya mengantarkan kalian saja,” tutur Afa, sapaan akrab mahasiswa PMI tersebut.

Tidak sampai di situ, kekecewaan mereka juga bertambah karena ternyata desa yang menjadi lokasi magang mereka memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Mereka juga harus mencari tempat tinggal sendiri karena dari pihak prodi tidak mengurusnya, padahal sebelumnya Kaprodi PMI berjanji akan mencarikan tempat tinggal namun hal tersebut hanyalah janji manis saja.

“Yang cari tempat tinggal itu kita sendiri, kita sampai bingung mau cari tempat tinggal dimana, sampai nomor kepala desa kita cari sendiri,” tutur mahasiswa asal Jombang tersebut.

Lebih parah lagi, Kaprodi ataupun DPL tidak bertemu dengan kepala desa untuk izin melakukan magang membangun desa tersebut. 

Kaprodi melakukan perizinan kepada pihak desa H-1 keberangkatan magang, namun datang di waktu siang sehingga tidak bertemu oleh kepala desa. Akhirnya, kepala desa tidak dapat hadir dalam proses penyambutan mahasiswa PMI UINSA yang melakukan magang di kecamatan tersebut karena tidak diberitahu sebelumnya.

 

UINSA Tidak Terdaftar di MSIB

Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah agar mahasiswa memiliki wawasan sekaligus pengalaman yang semakin komprehensif karena mereka akan diberikan kesempatan untuk mengeksplor hal di luar program studi, namun tetap mendapat jaminan konversi Sistem Kredit Semester (SKS).

MSIB terbuka bagi siapapun mahasiswa yang ingin belajar dengan syarat umum data identitas mahasiswa yang dimilikinya valid dan ia berkuliah di kampus yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Dari sini, artinya PTKI dan PTKIN tidak termasuk di dalamnya. Fakta bahwa UINSA tidak terdaftar di MSIB memang diakui oleh pihak kampus. 

Oleh karenanya, seluruh PTKI lalu merujuk pada keputusan Dirjen Pendis Nomor 1591 Tahun 2022 Tentang Petunjuk Teknis Implementasi Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. 

Salah satu inti yang dapat diambil dari dokumen itu, singkatnya, Kemenag meregulasikan agar PTKI menerapkan magang MBKM, tapi versi Kemenag. Hanya nama dan beberapa hal yang memiliki persamaan dengan magang MBKM ala Kemendikbudristek, sisanya disesuaikan dengan regulasi Kemenag.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kelembagaan UINSA Ali Mudlofir saat ditemui oleh Tim Media Solidaritas pada Jumat (3/5) menjelentrehkan bahwasannya MBKM UINSA di tahun pertama atau tahap pertama ini masih mencari pola terlebih dahulu. 

Konsep MBKM UINSA sendiri adalah MBKM Kemendikbud yang diadopsi-adaptasi oleh Kemenag. Namun, regulasi yang diadopsi atau diadaptasi tidak begitu nampak perbedaan yang signifikan. 

“Kementerian Agama mempersilakan (UINSA, red) mengadopsi-mengadaptasi pola MBKM yang ada di Kemendikbud. Jadi tidak semua Kementerian Agama itu beda regulasi MBKMnya dengan Kemendikbud. Untuk sekarang kurikulumnya kita mengikuti kemendikbud,” ujar Mudlofir.

Penamaan program magang pada mahasiswa semester enam UINSA yang meniru persis Kemendikbud yaitu “MBKM” membuat miskonsepsi diantara mahasiswa. Tidak sedikit yang mempertanyakan jika nama magang ini adalah MBKM maka mengapa UINSA tidak terdaftar di MSIB?

Hal tersebut ditanggapi oleh Mudlofir ketika diwawancara tim Solidaritas sebagai berikut.

“Masalah daftar atau tidaknya, itu bukan sebuah keharusan. Yang penting semua perguruan tinggi dibawah Kemenag dipersilakan mengadaptasi kurikulum MBKM yang ada di kementerian pendidikan,” tandas pria berkopiah hitam itu.

Penggunaan istilah MBKM dalam konteks yang berbeda ini menuai berbagai respon dari mahasiswa. Bukan tanpa alasan, banyak mahasiswa yang menyayangkan mengenai beberapa hal yang dinilai positif dalam MBKM Kemendikbud kenapa tidak diterapkan pula di MBKM versi Kemenag. 

Bukan serta-merta karena ingin ikut-ikutan atau bahkan merasa iri, tapi dengan beberapa regulasi apik itu nantinya akan sangat membantu mahasiswa selama magang. Hal ini tentu sesuai dengan tujuan umum pemerintah membuat MBKM baik versi Kemendikbudristek maupun Kemenag, yakni demi kemaslahatan mahasiswa.

 

Tugas Perkuliahan yang Memberatkan

Mahasiswa juga mengeluhkan mengenai jadwal magang yang sering kali bentrok dengan tugas perkuliahan. Meskipun program MBKM bertujuan memberikan fleksibilitas, dalam praktiknya banyak mahasiswa yang harus menghadapi dilema antara menyelesaikan tugas perkuliahan dan kewajiban magang. Kondisi ini memicu stres dan menurunkan semangat belajar mereka.

Dari pengalaman Alifatul Fajriya mahasiswi PMI semester 6 juga bisa diamati dari sudut pandang regulasi tugas yang mereka terima. Ia mengaku bahwa di awal koordinasi dengan pihak kampus sudah disepakati bahwa semua tugas MBKM disatukan dalam bentuk laporan akhir. Akan tetapi, setelah berjalannya waktu, ternyata ada dosen mata kuliah yang keukeuh bahwa tugas perkuliahannya berbentuk artikel jurnal. 

Demikian pula yang dialami oleh Bella, mahasiswa HI tersebut mendapatkan tugas untuk membuat event di tempatnya magang. Tugas tersebut jelas memberatkannya yang hanya berstatus sebagai anak magang. Lalu ada pula tugas mata kuliah yang menyuruhnya untuk membuat simulasi kerja sama dengan instansi ataupun Non Governmental Organization (NGO) dari luar negeri. 

“Kita disuruh seolah-olah bikin kerjasama antara tempat magang kita sama organisasi apa gitu di luar negeri. Nanti dibuat sedetail mungkin, kayak dari strukturnya, regulasinya gimana, terus kesepakatannya bagaimana, bikin MoU sendiri gitu,” tutur Bella. 

Keresahan mahasiswa ini perlu segera direspons oleh pihak universitas dengan langkah konkret. 

Pertama, perbaikan dalam sistem informasi dan komunikasi sangat krusial. Universitas harus menyediakan panduan yang jelas dan terstruktur mengenai regulasi magang, serta memperkuat koordinasi dengan mitra tempat magang.

Selain itu, penyesuaian jadwal perkuliahan agar lebih fleksibel dan tidak bertabrakan dengan jadwal magang perlu dipertimbangkan.

Lebih dari itu, peningkatan kualitas pendampingan dan bimbingan dari dosen pembimbing juga menjadi aspek yang harus diperhatikan. Dosen pembimbing seharusnya lebih proaktif dalam memberikan arahan dan dukungan kepada mahasiswa selama proses magang, sehingga mahasiswa merasa lebih siap dan termotivasi untuk menjalani program ini.

Dengan perbaikan-perbaikan tersebut, diharapkan program MBKM dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi mahasiswa UIN. Pada akhirnya, tujuan mulia dari program ini, yaitu mempersiapkan lulusan yang siap bersaing di dunia kerja, dapat tercapai dengan lebih baik.

 

KKN Setelah MBKM 

Pemberlakuan MBKM di tahun pertama yang dinilai mahasiswa masih belum matang untuk dimakan, sehingga menyebabkan persoalan baru. Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diberlakukan pada saat libur semester enam, berdekatan dengan tutup waktunya magang semester enam. Laporan magang yang menumpuk dan persiapan KKN membuat mahasiswa sesak napas karenanya. 

Mudlofir menjelaskan bahwasannya UINSA baru melakukan MBKM di tahun ini, sehingga wacana penghilangan KKN masih belum terlintas. Namun, tidak menutup kemungkinan pula jika tahun-tahun berikutnya KKN setelah magang ini dapat dihilangkan. 

“Untuk kedepannya bisa jadi menyatukan antara MBKM dan KKN. Tapi untuk sekarang masih kita berlakukan MBKM dulu dan KKN.  Prakiraannya dua tahun ini masih akan dilakukan MBKM dan KKN,” tambah Mudlofir.

 

Reporter: Alfi Damayanti, Vrisca Sheilla, Dewi Aisyah

Editor: Tanaya Az Zhara

Post Comment