Ramadan Sebagai Revolusi Mental, Begini Menurut Pandangan Dosen Psikologi
INFO RAMADAN

Ramadan Sebagai Revolusi Mental, Begini Menurut Pandangan Dosen Psikologi

MediaSolidaritas.com – Istilah ‘saat puasa, setan dikerangkeng’ pada bulan Ramadan sudah tidak asing di telinga masyarakat. Bulan Ramadan mengharuskan umat Islam berpuasa menahan lapar, haus, dan amarah dari mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dibalik itu, puasa ternyata memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan mental.

Hukum berpuasa pada bulan Ramadan adalah fardhu ‘ain yakni wajib dijalankan. Hal penting yang perlu kita ketahui bahwa apabila Allah SWT telah mewajibkan segenap hambanya untuk melakukan sesuatu, maka hal itu mengandung kebaikan dan manfaat. Begitu pula sebaliknya, apabila Allah SWT melarang kita melakukan sesuatu, maka hal itu dapat dipastikan mengandung mudharat atau mendatangkan kerugian yang dapat membahayakan diri kita atau orang lain.

Selain sebagai kewajiban, puasa juga memiliki segudang manfaat yang terkandung dalam pelaksanaannya, yang mana salah satu dari manfaat berpuasa adalah menjaga kesehatan mental. 

Nailatin Fauziyah, Dosen Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengatakan bahwasanya puasa juga dapat dijadikan sebagai social control.

Menurutnya, puasa secara tidak langsung telah melatih perkembangan emosi manusia. Hal ini juga selaras dengan anggapan bahwa marah dapat membatalkan puasa. Sehingga manusia akan cenderung menahan amarahnya selama berpuasa. 

“Marah itu energinya negatif dan berdampak negatif pula. Bukan berarti marah itu tidak boleh. Contoh ketika kita diperlakukan tidak adil, lalu emosi marah muncul adalah suatu hal yang manusiawi. Tapi ketika cara mengimplementasikannya sampai melukai diri sendiri atau orang lain, itu yang tidak tepat. Atau ketika kita marah dengan orang lain, tetapi karena puasa kita harus menahannya dan ketika berpuasa kita akan cenderung lebih memaafkan,” jelas Nailatin.

Dalam bulan Ramadan pun memiliki aturan bahwa memikirkan hal yang buruk adalah tindakan yang dilarang. Beberapa hal buruk yang harus dihindari seperti menonton film dewasa serta berprasangka buruk dengan orang lain. Menurut Nailatin hal tersebut juga perlu dievaluasi pada saat kita berpuasa, sehingga akan membuat kita belajar untuk selalu berfikir positif.

Istilah ‘saat puasa setan dikerangkeng’ ternyata memiliki makna secara psikologis. Menurut Nailatin, hal tersebut mengacu pada hal-hal buruk dalam diri maupun luar yang perlu dikontrol. Kata setan merujuk pada simbol hal negatif dan kata dikerangkeng merujuk sebagaimana kita diajarkan untuk mengendalikan hal buruk dalam diri kita. 

“Seandainya Ramadan itu 12 bulan, mungkin dunia akan damai. Sebab terdapat korelasi yang sangat bagus antara Ramadan dengan revolusi mental. Kalau itu disadari secara spiritual religious, kita menjadi lebih dekat dengan tuhan,” imbuh Nailatin.

Manfaat puasa juga secara langsung dirasakan oleh mahasiswa rantau. Seorang mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan Safira Hafiza Zahwa mengungkapkan bahwa ia telah melakukan puasa di perantauan sejak tahun lalu.

“Dengan berpuasa, aku dapat meningkatkan kesadaran diri dalam hubungan spiritual serta dari segi pengendalian diri seperti meningkatkan disiplin diri, menjaga hawa nafsu, serta meningkatkan ibadah,” ungkap gadis asal Aceh tersebut. 

Menurutnya, selain mendatangkan manfaat, terdapat pula sisi negatif dari berpuasa. Sisi negatif tersebut dapat muncul apabila seseorang yang melakukannya tidak memiliki kesiapan dalam berpuasa, baik secara fisik maupun mental. 

Rutinitas selama berpuasa yang cenderung mengalami perubahan dapat menyebabkan timbulnya culture shock. Sebab dapat dipastikan setiap orang memiliki habbit yang berbeda, bahkan setiap manusia memiliki anggapan mereka masing-masing mengenai pelaksanaan puasa Ramadan.

“Puasa dapat menimbulkan stres bagi individu yang tidak terbiasa akan perubahan pola makan dan pola tidur pada bulan Ramadan,” ungkap mahasiswi yang akrab disapa Zahwa tersebut.

Nailatin juga turut menanggapi hal itu. Baginya, ada atau tidaknya pengaruh buruk akibat berpuasa tergantung pada masing-masing individu yang menjalankannya.

“Itu tergantung penerimaan individunya, apabila dianggap sebagai beban sehingga akan dijalankan secara terpaksa dengan energi yang negatif maka Ramadan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental orang tersebut,” tutup Nailatin.

 

Reporter: Maulana Rafi Arya dan Aisyah Ramadhani Anshory

Editor: Istiana Agus Saputri

Post Comment