Permasalahan Kartu Multi Akses Jadi Opsi Upaya Pengalihan Isu di UINSA?
Picture sourced by @arek.uinsa, asumsi.co, narasi.tv, dan tempo.co
OPINI

Permasalahan Kartu Multi Akses Jadi Opsi Upaya Pengalihan Isu di UINSA?

Pada Selasa (20/8), tepat saat jam perkuliahan selesai (sekitar pukul 17.00 WIB), terjadi kemacetan panjang di pintu keluar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Kampus Ahmad Yani.

Kemacetan tersebut santer menjadi perbincangan para warga “kampus hijau” di media sosial. Pasalnya, fenomena kemacetan tersebut diakibatkan antrean penggunaan kartu multi akses yang masih berhubungan dengan berita sebelumnya yang diterbitkan pada Rabu (14/08).

Tidak berhenti sampai disitu, Rabu (21/8) sekitar pukul 07.00 WIB saat jam masuk perkuliahan, kembali terjadi kemacetan yang semakin panjang di pintu masuk UINSA Kampus Ahmad Yani.

Keadaan tersebut semakin diperparah dengan barengnya jam masuk kerja kantor, yang semakin membuat ruas jalan depan kampus penuh sesak.

Tentu, kemacetan tersebut menjadi keresahan mahasiswa UINSA yang berlokasi di Kampus Ahmad Yani. Dan, fenomena tersebut akan menimbulkan pertanyaan besar tentang, “Apakah jajaran rektorat tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan kartu multi akses?” atau tentang, “Apakah seluruh jajaran di UINSA belum siap untuk memulai peradaban modern dengan diterapkannya kartu multi akses?”.

Namun, yang seharusnya menjadi pertanyaan adalah “Apa sebenarnya urgensi dari diterapkannya kartu multi akses di UINSA?”. Dengan kenyataan bahwa pada Senin (19/8), tepat saat awal masuk perkuliahan dan bersamaan dengan ospek pascasarjana, tidak terlihat ada masalah serius dengan akses masuk UINSA Kampus Ahmad Yani.

Terlepas dari masalah yang diakibatkan oleh kartu multi akses masuk-keluar kampus, tampaknya ada upaya untuk pembungkaman nalar kritis mahasiswa UINSA. Pasalnya, titik permasalahan kartu multi akses menjadi sorotan utama dibalik tensi politik nasional yang juga sedang mengalami peningkatan.

Tensi politik nasional tersebut antara lain:

  1. Gugatan terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
  2. Intervensi Badan Legislasi DPR dalam Pilkada.
  3. Kudeta Ketua Umum Partai Golongan Karya (dibarengi dengan intervensi Istana terhadap partai politik yang tidak tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju).

Pendapat ini semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Permohonan Audiensi dari Senat Mahasiswa (SEMA) UINSA terkait kebijakan multi akses pada Rabu (21/8).

Dalam surat permohonan tersebut dinyatakan, “Kami sehubungan dengan banyaknya aspirasi dari mahasiswa terkait kebijakan multi akses, dan kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam kebijakan yang berhubungan dengan mahasiswa, maka dengan ini kami selaku Senat Mahasiswa ingin melakukan Audiensi untuk membahas hal tersebut.”

Dalam nalar kritis mahasiswa sebagai kaum intelektual, seharusnya Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UINSA mampu untuk mengkonsolidasikan gerakan pernyataan sikap terhadap keadaan politik nasional hari ini, daripada mengurus fenomena kecil di ranah kampus.

Di sisi lain, pihak jajaran penting mahasiswa di UINSA tidak pernah setanggap ini dalam merespon keresahan mahasiswa. Terlebih lagi, juga terdapat video yang menunjukkan kedekatan antara SEMA, DEMA, dan jajaran rektorat kampus yang diunggah pada instagram resmi uinsa.official.

Sebagai seorang mahasiswa, seharusnya memahami keadaan di sekitar terutama tensi politik nasional adalah hal yang utama. Keadaan yang terjadi pada akhir-akhir ini perlu menjadi renungan bersama daripada memfokuskan perhatian pada isu-isu yang kurang relevan bagi masyarakat. Kampus sebagai lembaga pendidikan seharusnya tidak menjadi menara gading yang terpisah dari lingkungan sekitarnya.

Dilansir dari laman NU Online, pengalihan isu memiliki maksud untuk menyebaran informasi secara massif agar masyarakat dapat teralihkan dari isu sebelumnya. Dari sini, dapat dipastikan masyarakat diarahkan oleh media massa untuk tetap fokus terhadap isu yang baru. Motifnya pun bervariasi, mulai dari mempertahankan kekuasaan, meredam fitnah untuk melindungi personal/kelompok tertentu, atau sekedar kepentingan komersil.

 

Penulis: Kontributor

Post Comment