MediaSolidaritas.com – Lantunan suara doa terdengar saling beriringan di dalam makam suci tersebut. Dengan kepala menunduk, peziarah memanjatkan doa-doa mereka dengan khusyuk. Tangan memegang tasbih sembari menyambung doa di depan sebuah makam yang diketahui sebagai makam orang paling berpengaruh di Sidoarjo.
Di bagian selatan Gelanggang Olahraga (GOR) Sidoarjo tepatnya, KH. Ali Mas’ud atau yang kerap disapa Gus Ud dimakamkan. Makam itu ditempatkan pada sebuah bangunan mirip musala yang tak terlalu luas serta besar.
Sosok wali yang luar biasa, tak satupun ulama di tanah Jawa ini yang tidak mengenalnya. Baik dikenal dari sejarah silsilah, maupun dari karismatiknya.
Ia wafat pada tahun 1979 serta dimakamkan di Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Makamnya sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat setempat hingga saat ini.
Bagi warga Sidoarjo, Gus Ud atau Mbah Ud ini bukanlah seorang kyai biasa. Jika dilihat napak tilas dari kehidupannya ini, ia tidak pernah sekolah dan tidak bisa baca tulis. Namun, ajaibnya justru ia dapat membaca Ayat Al-Qur’an dan membaca kitab beserta dengan penerjemahannya. Hal tersebut menjadikannya sebagai acuan tujuan para kyai dan ulama dalam memecahkan masalah agama.
Semua karamah-karamah yang ia miliki diceritakan pada sebuah kisah di mana ketika Mbah Ud pernah menulis surat ke KH Rodi, Krian, terkait permasalahan yang ditanyakan. Karena dia tidak bisa menulis, di atas kertas putih dia torehkan pensil membentuk garis bergelombang. Anehnya, KH Rodi bisa mengerti guratan pensil yang dibubuhkan oleh Mbah Ud.
Mbah Ud sendiri memiliki beberapa tirakat yang istiqomah dilakukan semasa hidupnya. Tirakatnya kebanyakan berbentuk dalam caranya memberi wejangan dan motivasi kepada orang lain, termasuk tamu-tamu yang sering mengunjunginya semasa ia masih hidup. Wejangan serta motivasi yang ia beri sangat melekat hingga saat ini.
Dengan segala ilmu yang dimilikinya, menggugah tim Solidaritas untuk melakukan penelusuran secara langsung.
Siang itu, (23/3), di kala teriknya sinar matahari sewaktu memasuki bulan Ramadan, tim Solidaritas berkunjung di tempat di mana orang suci tersebut dimakamkan.
Pertama kali memasuki area pemakaman walaupun dihantam sinar matahari yang terik tak menyurutkan tekat kami guna menggali informasi lebih dalam lagi.
Kami menemui Nuryani, wanita yang tak lagi muda itu merupakan cucu dari keponakan Mbah Ud. Ia menceritakan kehidupan-kehidupan Mbah Ud di masa dahulu.
“Mbah Ud ini orang sholeh, baik. Tidak maksiat lisan, jarang bicara. Kalau kiranya tidak manfaat tidak ngomong,” ceritanya dengan begitu lembut.
Warga yang lain menyebut Mbah Ud bukan hanya ulama yang bisa mengobati orang sakit. Namun, ia juga ikut menyiarkan Islam melalui pemikirannya. Banyak cerita yang mengatakan jika Mbah Ud adalah Wali Allah yang Jadzab, yang artinya suatu maqom atau keadaan di luar kesadaran seseorang.
“Gus Ud ini punya ilmu laduni (ilmu yang diterima langsung oleh hati manusia melalui ilham, penerangan, atau inspirasi dari sisi Allah, red). Jadi beliau memang bisa dikatakan agak beda dan nggak bisa disamakan sama orang biasa lainnya,” ujar Dori sambil memegang sapunya saat diwawancarai oleh tim Solidaritas kala itu.
Pria paruh baya tersebut adalah juru kunci makam serta bertahun-tahun mengurus makam Mbah Ud. Pria itu juga menuturkan beberapa karamah yang dimiliki oleh Mbah Ud semasa hidupnya. Seperti halnya saat berjalan dibawah hujan, Mbah Ud ini tidak basah sama sekali. Saat kencing di dalam masjid tidak terdapat bekas dan bau apapun di situ, dapat tidur di dalam air, serta memiliki ilmu lipat bumi (bepergian jauh tanpa transportasi dalam waktu singkat).
Jika dilihat dari garis nasabnya, Mbah Ud memiliki hubungan dengan Sayyid Badruddin bin Ali Akbar bin Sulaiman dan ada keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon. Selain itu, dengan ilmu laduni yang dimiliki dapat menjadikan kelebihan tersendiri dibandingkan dengan ulama-ulama yang lain serta membuatnya disegani pula.
“Ilmu laduni yang Mbah Ud punya ini menjadi kelebihan dibanding orang lain kebanyakan. Sampai beliau wafat pada tahun 1979 itu sampai sekarang, banyak yang berziarah ke makamnya terutama malam Jumat Legi,” papar Hidayatullah, seorang peziarah sembari menatap ke arah langit seperti mengagumi serta mengingat begitu luar biasanya Gus Ud itu.
Di bulan suci Ramadan ini, terdapat beberapa kegiatan khusus yang rutin dilakukan oleh warga setempat di kawasan makam Mbah Ud, seperti halnya pembelajaran kitab pagi dan sore rutin setiap harinya, pengajian setiap malam sabtu, dan bazar setiap malam kamis.
Bahkan, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama setempat turut meramaikan acara tersebut walau tanpa diundang atau diminta sekalipun.
Reporter: Dien Auliya Ramadhanti, Nur Muhammad Askandar Al Adlani
Editor: Tabi’ina Alfi Rohmah