Dahlan Iskan: “Pemimpin Impian yang Membawa Perubahan”
BERITA

Dahlan Iskan: “Pemimpin Impian yang Membawa Perubahan”

Solidaritas-uinsa.org—Selasa (28/11) Auditorum UINSA pagi itu terlihat berbeda dari biasanya. Gedung serbaguna yang biasa dipakai untuk berbagai kegiatan, ramai dengan peserta Seminar Nasional Kepemimpinan yang diadakan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UINSA, dalam rangka Haflah Miladiyah yang ke 21 FTK. Seminar kali ini menghadirkan para pemateri yang terkenal dalam bidangnya, sehingga antusiasme mahasiswa cukup besar untuk mengikuti.

Pemateri yang telah diundang diantaranya, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, Menteri BUMN 2011-2014 Dahlan Iskan, Prof. Abd. Haris, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan Prof. Ali Maschan Moesa, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya. Namun Tri Rismaharini dan Prof. Ali Maschan berhalangan hadir.

Meskipun demikian, kehadiran Dahlan dan Haris cukup membakar semangat peserta seminar. Dahlan mengawali materi tentang kepemimpinan dengan mengajak mahasiswa untuk menjadi aktivis, sebagai latihan kepemimpinan yang paling konkret bagi mahasiswa. Pria yang pernah melakukan operasi ganti hati tersebut menambahkan, agar diterima di dalam masyarakat mahasiswa harus berani mengambil keputusan menuju perubahan.

Di hadapan peserta Dahlan juga bercerita tentang kunjungannya ke Tiongkok bulan lalu. Di sana Partai Komunis Tiongkok menyatakan tahun 2021 tidak akan ada lagi penduduk miskin di Tiongkok. “Hal ini terasa seperti cambuk bagi Indonesia, melihat bahwa 30 tahun yang lalu jumlah masyarakat miskin di Tiongkok mencapai 800 juta, dua kali lipat dari jumlah penduduk Indonesia pada saat itu. Namun pada kenyataanya saat ini, Tiongkok telah menjadi negara industri yang maju jauh meninggalkan Indonesia,” ujarnya.

Menurut lelaki mantan Direktur Utama PLN tersebut, salah satu alasan mengapa hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia punya banyak musuh, sehingga masalah pokok yang seharusnya menjadi prioritas menjadi terbengkalai.

“Bagaimana jika dosen anda bukan lagi manusia, melainkan robot?” pertanyaan yang diajukan Dahlan pada peserta. Lima mahasiswa dipersilakan maju untuk menemukaan pendapatnya tentang soal ini. Semuanya kompak menjawab tidak setuju dengan hal ini. Mereka berpendapat bahwa dosen yang bukan manusia tidak mampu memberikan unsur akidah dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut mereka, ilmu pengetahuan yang tidak diiringi dengan pendidikan moral hanya akan menghasilkan alumni yang pintar tapi tidak bermoral.

Mendengar pendapat mereka, Dahlan mengemukakan wajar untuk berpendapat seperti itu, khususnya bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya. Namun bagi Dahlan sebuah perubahan dibutuhkan agar masyarakat dapat berkembang. “Pemimpin tak perlu takut mengambil keputusan demi perubahan baik. Karena pada kenyataannya, penduduk yang menolak perubahan hanyalah kalangan atas saja, 10% dari penduduk Indonesia. Sedangkan masyarakat menengah yang sebanyak 70% bersikap ikut-ikut saja selama bagi mereka hal itu baik, sisanya lagi merupakan masyarakat bawah yang tidak mengerti dan tidak mengikuti,” imbuh Dahlan.

Di akhir materi, Dahlan menegaskan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin dibutuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab pada suatu masyarakat sehingga pemimpin akan merasa segan jika tidak memimpin dengan baik. (adi/jar/din)

Post Comment