Perayaan pergantian tahun menjadi momen meriah yang dinantikan banyak orang. Keluarga, kerabat, hingga teman-teman berkumpul di malam tahun baru, menghabiskan waktu bersama dengan melakukan berbagai kegiatan seru. Seakan-akan perayaan tahun baru telah menjadi tradisi di banyak negara, terutama di Indonesia.
Setiap tahunnya, masyarakat dari berbagai lapisan, baik muda maupun tua, menantikan momen pergantian tahun dengan antusias. Berbagai kegiatan khas, seperti pesta kembang api, acara hiburan, dan makan bersama menjadi bagian dari rutinitas yang sudah tidak asing lagi.
Di Indonesia, perayaan ini juga sering dijadikan ajang berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, saling berbagi kebahagiaan, serta merayakan pencapaian sepanjang tahun yang telah berlalu.
Sebuah perayaan mengingati tahun baru sudah dianggap biasa tidak menjadi masalah, namun bagi umat yang beragama Islam, perayaan ini sering kali menjadi sebuah perdebatan. Islam sebagai agama yang memiliki aturan dan pedoman hidup yang jelas mengatur tentang apa yang boleh dilakukan, dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Salah satunya adalah larangan untuk merayakan tahun baru masehi dengan cara yang bertentangan dengan syariat Islam. Dalam agama Islam, merayakan tahun baru bukan sebagian tradisi. Sebab merayakan tahun baru masehi tidak memiliki dasar dalam ajaran agama Islam.
Agama Islam masih memiliki hari-hari besar yang lebih relevan untuk dirayakan, yaitu Idul Fitri, Idul Adha, dan Tahun Baru Hijjriah. Kita sebagai umat yang beragama Islam, ketika mengikuti atau ikut andil dalam perayaan tahun baru masehi dapat dianggap sebagai bentuk Tasyabbuh (menyerupai) tradisi agama atau budaya agama orang lain.
Rasulullah SWA pernah bersabda: مَن تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِّنْهُمْ yang berarti “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan dari mereka.” (HR. Abu Dawud).
Ada berapa sebab mengapa agama Islam melarang untuk merayakan tahun baru masehi, sebab sering kali terjadi di sekitar kita orang-orang kebanyakan merayakan tahun baru dengan mengadakan pesta, minum minuman keras, musik yang berlebihan, hingga pergaulan bebas.
Semua perilaku ini sangat jelas bertentangan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berfiman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (QS. Al- Ma’idah ayat 90)
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar (minuman keras), berjudi, berhala, dan azlam (panah keberuntungan) adalah kotoran (dari perbuatan) syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”
Seseorang terutama umat yang baragama Islam yang terjerumus dalam hal perayaan yang dilarang oleh agama seperti pestapora, minuman keras, hal itu juga dapat merusak moral generasi muda Islam dan menjauhkan mereka dari nilai-nilai agama.
Serta tak jarang kita temukan di malam tahun baru di sekitar kita menyalakan kembang api, terkadang bermain motor yang menimbulkan suara kebisingan, hal ini termasuk pemborosan yang membutuhkan pengeluaran besar untuk hal-hal tidak bermanfaat.
Dampak yang dianggap fatal oleh agama adalah ketika seseorang sedang asik merayakan tahun baru, sering kali seseorang lalai dari berzikir, berdoa, atau melaksanakan ibadah wajib seperti shalat. Karena hal ini bertentangan tujuan hidup seseorang muslim.
Daripada kita sebagai umat yang beragama Islam ikut merayakan tahun baru masehi, lebih baik melakukan hal-hal yang dirasa lebih bermanfaat untuk diri kita sendiri. Seperti halnya muhasabah diri, yaitu merenungkan apa yang telah dicapai selama setahun terakhir, dan menyusun rencana kebaikan untuk masadepan.
Maka merayakan tahun baru masehi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, terutama yang dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan syariat. Seharusnya kita sadar sebagai umat Islam menjauhi perayaan ini untuk menjaga identitas keislaman, menjauhi kemaksiatan, dan fokus pada kegiatan yang lebih bermanfaat.
Kita sebagai umat beragama Islam perlu senantiasa menjaga akidah dan tidak tergoda tradisi agama lain yang dapat merusak hubungan kita sebagai manusia dengan Tuhannya, yakni Allah SWT.
Penulis: Moh. Su’ud
Editor: Dewi Aisyah