Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Peduli UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) menggelar unjuk rasa di depan kampus UINSA pada Rabu (5/1).
Aksi demonstrasi oleh Aliansi Peduli UINSA ini membawa empat poin tuntutan :
1. Membuka banding Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan menyampaikan informasi tersebut kepada seluruh mahasiswa.
2. Memberi kejelasan mengenai format pengajuan banding UKT.
3. Pemerataan kuota untuk mahasiswa UINSA
4. Transparansi anggaran UKT tahun 2021.
Korlap aksi Mahmudin Samin dalam orasinya mengatakan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk keresahan mereka akibat pihak kampus yang dianggap tertutup soal informasi uang UKT yang selama ini dibayarkan.
“Kami menuntut kejelasan soal uang UKT yang saat ini manfaatnya tidak kami rasakan,” ujar mahasiswa jurusan Hukum Pidana Islam tersebut.
Massa aksi yang bergerak masuk ke pintu barat Twin Tower mendesak untuk bertemu pihak rektorat. Setelah berdiskusi antara Aliansi Peduli UINSA dengan perwakilan rektorat, peserta aksi akhirnya diterima oleh rektorat di ruang rapat dengan syarat beberapa orang perwakilan dari tiap fakultas.
Mediasi yang dihadiri oleh rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, wakil rektor III bidang kemahasiswaan, kepala biro administrasi umum perencanaan dan keuangan, serta direktur LBH UINSA dengan perwakilan massa aksi berjalan cukup alot. Massa aksi meminta diterbitkannya Surat Edaran (SE) soal banding UKT kepada pihak rektorat. Pihak rektorat menolak permintaan tersebut karena pengumuman banding UKT dan juknisnya sudah diumumkan melalui web UINSA.
“Penetepan UKT ini pada intinya sama dengan data data yang sudah diisi pada semester satu. Selain itu, hal tersebut juga didasarkan pada kemampuan finansial orang tua mahasiswa. Jika ada mahasiswa yang merasa keberatan, bisa diajukan di semester berikutnya. Pengumumannya pun sudah diberikan,” tandas kepala biro administrasi umum perencanaan dan keuangan Rijalul Faqih.
Direktur LBH UINSA Mahir Amin juga menanyakan perihal UKT merupakan hak atau kewajiban kepada perwakilan aksi. Salah satu perwakilan aksi pun menjawab jika UKT merupakan hak mereka. Hal ini lalu disanggah oleh dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum tersebut.
“UKT bukan merupakan hak. UKT adalah kewajiban membayar,” tegasnya.
Selain itu, permintaan yang ditolak oleh pihak rektorat dari perwakilan aksi adalah data nomor handphone bagi yang belum menerima kuota. Hal tersebut ditolak lantaran berupa data privasi dan tidak bisa disebarluaskan.
Mediasi pun berakhir dengan beberapa tuntutan yang disetujui oleh jajaran rektorat. Pihak kampus akan menerbitkan pengumuman banding UKT pada semester genap, serta akan mengkomunikasikan kembali kepada provider terkait perihal pembagian kuota internet. Aksi itupun ditutup dengan sesi foto bersama antara seluruh peserta aksi dengan rektor UINSA Masdar Hilmy. (Yon/Yak/Dam)